Rabu, 21 Juni 2017

Tak sekedar game

Bagi saya yang paling berkesan dalam mengerjakan tantangan game ini adalah "keharusan untuk membuat narasi dalam bentuk tulisan" .  Saya bukanlah tipe wanita yang suka dengan hal yang berbau "tulis menulis" .  Saya lebih suka disuruh bicara langsung dan berimprovisasi dalam pembicaraan dibanding dalam tulisan.  Boleh dibilang ini adalah suatu bentuk "pemaksaan"  terhadap  diri saya. He. . He. . . (diartikan positif ya) . 
Dan setelah saya belajar menyusun kata dalam tulisan,  ada hikmah lain yang saya dapatkan.  Saya serasa sedang menulis lembaran kitab kehidupan yang saya rangkai tiap hari dengan anak-anak.  Dan ketika saya buka-buka kembali catatan yang terdahulu,  tergambar dengan jelas perilaku saya terhadap anak yang kalau tak terdokumentasikan dalam tulisan saya pasti telah melupakannya. Terbayang nanti di yaumil mahsyar,  akan seperti ini pula ketika kita dihadapkan pada kitab kehidupan yang telah dicatat oleh malaikat.  Semua terbuka nyata tanpa ada yang tersembunyi . Hal itu memunculkan kesadaran dalam diri bahwa semua yg dilakukan terhadap anak:pengendalian emosi, fokus pada solusi, KISS dan lain-lainnya bukan sekedar untuk memenuhi tantangan dalam game. Semua itu akan kita pertanggung jawabkan kelak.  Dan kesadaran ini yang semakin menguatkan saya untuk tetap berfikir positif,  menjaga amanah terhadap anak-anak meski game telah usai.  

Rabu, 14 Juni 2017

Belajar dengan bermain

Day 11 pelaksanaan game komunikasi produktif.  Hari ahad tersebut,  saya menghabiskan waktu bertiga dengan anak-anak.  Berfikir bagaimana caranya biar mereka tidak meminta hp untuk dimainkan.  Akhirnya tercetus ide untuk main petak umpet dirumah.  Walau tempat sembunyi cukup terbatas,  permainan yang kami lakukan berlangsung cukup menyenangkan.  Sesekali diselingi teriakan Dina yang agak marah karena Fahmi tidak mau jaga.  Namun dengan pendekatan baik-baik,  dia bisa mengerti kalau adiknya belum begitu ngerti permainana tersebut.  Alhasil,  saya juga yang kebanyakan jaga menggantikan Fahmi
Setelah main petak umpet selesai,  saya ajak anak-anak bermain congklak. Seperti permainan sebelumnya,  Fahmi lebih banyak ngrecokin daripada ikut main.  Biji congklak diambil,  kemudian ditaruh disembarang tempat yang dia mau. Hem. . . . berfikir. . . lagi.  Dina sudah agak senewen.  Sy sampai harus sering mengingatkan dia untuk sabar menghadapi kelakuan adiknya (padahal itu jg sebuabh pengingatan untuk diri saya sendiri). Dengan tipikal Fahni yang iseng,  Dina pasti bisa tambah marah kalau terus direcokin.  Begitu juga dengan saya,  agak takut kalau kelepasan emosi.  Akhirnya saya cari ide lain.  Ketika giliran Dina bermain,  saya ajak Fahmi main batu gunting kertas.  Begitu pula sebaliknya,  ketika giliran saya bermain,  Dina yang mengajak Fahmi bermain gunting  batu kertas.  Permainan congklak kami aman,  Fahmi pun merasa dilibatkan.  

Minggu, 11 Juni 2017

Minta Maaf Ya Nak!!!

Saya perhatikan,  Fahmi,  anak laki-laki saya ini mempunyai ego yang sangat tinggi.  Seperti malam itu,  Saya sedang mengaji dikamar.  Dina dan Fahmi ikut bermain dikamar.  Dina tidur-tiduran di kasur, Fahmi lompat-lompatan sambil menjatuhkan badannya ke kasur.  Saya sudah mengingatkan Fahmi untuk hati-hati. Jangan sampai dia menginjak atau jatuhin badannya ke mbak dina.  Namanya anak-anak,  diingatkan begitu bilang iya.  Tapi kenyataan berkata sebaliknya.  Fahmi beneran menginjak Dina.  Dina yang kesakitan karena kakinya diinjak langsung menangis. Saya berhenti mengaji. Saya panggil Fahmi dan jelaskan perbuatannya salah menyakiti mbak Dina.  Fahmi harus minta maaf.  Fahmi mencoba mengelak dengan menyebutkan kalau dia hanya mau "A" .  Saya pun berusaha konsisten dan menegakkan keadilan dengan tetap meminta dia minta maaf kepada Dina terlebih dahulu. Sampai beberapa lama,  dia tetap tidak mau meminta maaf.  Saya yang sudah kewalahan memberi pengertian akhirnya minta bantuan Ayahnya setelah menjelaskan duduk perkaranya.  Baru setelah Ayahnya turun tangan,  beberapa waktu kemudian Fahmi mau minta maaf dan selesailah masalah dimalam itu. Meskipun sudah tidak mengandalkan emosi dan nada tinggi,  bahasa menyesuaikan dengan anak umur 3,5 tahun,  namun masih belum berhasil membujuk Fahmi minta maaf.  Barangkali dia lebih faham dengan bahasa Ayahnya yang juga seorang laki-laki. He. . He. . . 

Sabtu, 10 Juni 2017

Ngedate dengan Dina

Sore itu saya pergi berdua saja dengan dina ke Lippo Kramat Jati. Dina harus memakai rok jeans untuk acara sekolahnya.  Kami harus membeli yang baru karena roknya hilang ketika outbond
Kami langsung menuju matahari.  Dan langsung menuju ke counter busana anak-anak.  Kami berkeliling mencari mana yang paling sesuai untuk Dina. Seperti biasa,  Dina yang sangat suka dengan baju-baju cantik model "princes" langsung minta dibeliin.  Padahal kalau lihat harganya,  bunda yang pusing. He. . He. . . He. . . Saya pun beri pemahaman ke Dina tujuan kami ke sini untuk membeli rok jeans, tentang harga baju model princess yang "menguras kantong"  serta fungsi bajunya.  Dina sudah umur 8 tahun dan sudah tidak cocok lagi mengenakan baju seperti itu.  Meski dengan sedikit cemberut,  Dina tidak memaksakan kehendaknya untuk membeli baju tersebut. Aman dan tenanglah "kantong"  bunda(he..he..he)

Memukul Adik

Malam itu  saya sedang shalat tarawih.  Dina yang sudah selesai duluan shalat tarawihnya tiba-tiba memukul tangan adiknya.  Pukulan pertama adiknya belum ngeh.  Pukulan kedua adiknya diam.  Pukulan ketiga adiknya baru bertanya kenapa. Melihat kejadian itu shalat tarawih sy sedikit terganggu karena mereka berdua persis duduk didepan saya shalat . Hem. . . Mau membatalkan shalat tarawih nanggung,  sy terusin deh shalatnya dengan tetap mendengar pembicaraan mereka berdua(he...he...ketahuan nih shalatnya tidak khusu') .
Kejadian selanjutnya Dina pun menjelaskan alasannya memukul fahmi.  Dan entah apa lagi yang terjadi waktu itu karena saya memutuskan untuk tetap melanjutkan shalat tarawih sampai selesai. Selesai shalat tarawih,  saya melihat mereka berdua sudah baikan dan sudah main bersama kembali.  Namun,  saya merasa perlu mengingatkan dina tentang perilakunya tersebut.  
Menjelang tidur,  saya ajak Dina berbicara.  "Nak,  kenapa memukul adek? ".  " Kakiku sakit Bun.  Kena lakban yang adek mainin. ", jawab Dina. Memang waktu itu adiknya bermain lakban dengan cara digelindingin ke segala arah.  Mungkin Dina kena secara tak sengaja.  Disitu,  saya mencoba memberikan Dina pemahaman dengan bahasa sederhana boleh tidaknya dia melakukan hal tersebut .  Mencontohkan seandainya dina yang melakukan hal tersebut kepada bunda tanpa disengaja,  kemudian bunda langsung memukul dina,  Dina sedih nggak? ? ? Alhamdulillah Dina bisa mengerti . 

Kamis, 08 Juni 2017

Tidur ya Nak!!!

Pukul 22.00 saya sampai dirumah sepulang dari kuliah malam. Fahmi belum tidur, malah minta makan. Melihat saya datang, dia tidak mau disuapin Mbak Pengasuh. Saya pun menyuapinya.  Baru beberapa suap dia minta ke kamar bobok. Itupun tidak langsung tidur. Masih bolak-balik saja keluar kamar mengambil mainan mobil-mobilannya. Inilah titik-titik kritis emosi saya di malam hari. Ketika mata sudah tidak kuat melek, Fahmi belum mau tidur juga. Selesai menata mobilannya dikamar, dia minta mainan pesawat(kami biasa main terbang-terbangan pesawat). Saya mengajukan syarat boleh main pesawat tapi hanya sekali karena hari sudah malam. Awalnya dia tidak mau. Setelah saya tidak bergeming, dia pun menurut. Saya kira dia sudah mau tidur, ternyata tidak. Masih saja bermain mainan yang lain. Sepertinya Fahmi belum akan tidur. Saya pun memutuskan shalat isya dan tarawih terlebih dahulu setelah minta ijin kepada Fahmi. Selama saya shalat, dia saya perbolehkan tidur duluan (ngarep.com). Fahmi menunggu saya selesai shalat. Dia tiduran sambil mengamati mobilnya dengan tenang. Selesai saya shalat, saya ajak dia tidur. Alhamdulillah, malam ini berlalu dengan tenang.

Rabu, 07 Juni 2017

Bukan sekedar melipat mukena

Selepas shalat maghrib, dina melipat mukena ala kadarnya. Antara dilipat atau tidak sama saja. Setelah itu, dia tinggal pergi ke kamar. Selesai berdoa, saya melihat lipatan mukenanya. Wah, ini mah namanya bukan melipat. Padahal sudah berulangkali saya mengajari dan mengingatkannya untuk melipat mukena dengan baik. Saya berfikir daripada ngomel nggak jelas, dicoba lah komunikasi produktif. Dimulai dari pengendalian emosi untuk tidak ngomel. Saya panggil dia dengan nada yang ramah. “Mbak Dina, tolong ke sini dong!” Dina kemudian menghampiri saya. “Ada apa Bun?” Mbak Dina kan sudah bunda ajari melipat mukena dengan baik. Hayo diperbaiki lipatan mukenanya!” Malas ah bun, yang penting sudah dilipat. Memang kenapa harus dilipat rapi?bla...bla...bla...sederet argumennya keluar semua (ngeyel kayak saya.hi.hi...). Sesi tersebut diakhiri dengan mengulang lipatan mukena hingga tampak seperti difoto. Itupun terjadi setelah kami diskusi panjang lebar dan saya jelaskan alasan dan hikmah mengapa harus seperti itu.  Satu momen saja beberapa tantangan game komunikasi produktif bisa tercapai. Pengendalian emosi, Intonasi Ramah dan sharing hikmah. Alhamdulillah.
Fotonya gak bisa diupload. Maaf

Selasa, 06 Juni 2017

Tantangan yang hebat

Memasuki hari ke lima tantangan dalam game level ini. Wah,  jadi malu nih.  Baru saja kemarin berazam untuk sebisa mungkin mengontrol emosi. Hari ini saya gagal lagi.  Karena esok harinya ujian,  sy bertanya kepada mbak dina.  "kapan mau belajar.  Terjadilah tawar menawar diantara kami hingga tercapai kesepakatan bahwa belajar akan dimulai setelah dia menonton film kesukaannya dan mandi.
Setelah film selesai,  sy mengingatkan kesepakatan kami.  Akan tetapi dina pun tak beranjak untuk mandi (barangkali saya kurang menerapkan KISS). Saya mengurusi adeknya terlebih dahulu.  Ketika saya masih dikamar mengurusi adeknya ,  dina sempat marah dan melempar mainannya hingga bunyi "glonthangan".   Disitulah emosi sy terpancing.  Setelah peristiwa tersebut,  sy minta tolong suami untuk menghandle dina karena sy masih takut terbawa emosi.  Sore harinya setelah shalat maghrib saya ajak dina untuk berbincang sebentar.  Saya minta maaf kemudian mengajak dia berbincang tentang kejadian hari itu(mencoba menerapkan point sharing pengalaman dan memgatakan apa yang diinginkan)

Sabtu, 03 Juni 2017

Hari keempat

Seperti biasa,  bangun tidur merupakan saat-saat sensitif untuk fahmi.  Ketika dia terjaga,  dipanggillah bunda tuk menemani masa-masa peralihan dari bangun tidur.  Bunda pun harus segera memenuhi panggilannya dan menemaninya sampai dia betul-betul siap dan mau turun dari tempat tidur.  Dan disaat itu pintu kamar harus ditutup dan tidak boleh ada orang lain yang ikut masuk.  Kebetulan Dina sedang sendiri diruang keluarga .  Dia pengin masuk kamar,  namun tidak diperbolehkan Fahmi.  Walau masuk kamar dengan ngumpet-ngumpet di belakang saya,  begitu Fahmi tahu,  Fahmi tambah teriak-teriak gak ngebolehin.  Pada akhirnya saya minta dengan baik-baik supaya Dina tinggal diluar kamar dulu sampai Adiknya hilang badmoodnya.
Saya kira masalah tersebut sudah selesai .  Ternyata Dina masih menyimpan lara didadanya.  Ketika saya mau berangkat kuliah, dia protes.  Bunda lebih sayang pada Fahmi.  Bunda lebih perhatiin Fahmi.  Deg. . . . dalam hati saya kaget.  Diwaktu kritis seperti ini disaat sy mau berangkat kuliah,  malah putri kecilku bicara seperti itu.  Saya pun menunda keberangkatan.  Saya selami hati dan perasaannya.  Ada apakah dengan dirinya.  Mengapa dia berkata seperti itu. Mengalirlah cerita darinya tentang kejadian pagi ini dimana saya minta dia untuk tidak masuk ke kamar dulu. Ya Rabbi,  putri kecilku sedang terluka.  Padahal saya sudah meminta dengan kata yang terjaga, bukan dengan emosi yang membuncah didada.  Itupun masih bisa menoreh luka. Maafkan bunda ya nak, bunda memang sering meminta kamu mengalah untuk adikmu karena bunda menganggap kamu sudah lebih mandiri dan bisa bunda lepas.  Bunda berjanji akan mengupayakan lebih banyak waktu dan kesempatan untukmu berdua saja dengan bunda. Agar kau tak pernah merasa adikmu merebut bunda darimu.
Dan satu hikmah yang bisa saya petik pada hari ini.  Pentingnya komunikasi produktif terhadap anak adalah untuk menjaga ananda agar tidak terluka.  Agar ananda tetap ceria dimasanya.  Agar ananda tetap pada kefitrahannya hingga dia nanti sanggup memikul tanggung jawabnya sebagai hamba Rabb Sang Maha Kuasa.

Jumat, 02 Juni 2017

Tanda tanya

Mengapa saya memilih tanda tanya sebagai judul postingan saya? Hal ini dikarenakan dihari ketiga tantangan pengendalian emosi dalam rangka komunikasi produktif ke anak,  tidak ada hal-hal signifikan yang dilakukan oleh anak-anak yang memicu emosi saya.  Hanya ada riak-riak kecil diantara dina dan fahmi menjelang buka.  Itupun sebatas rebutan mainan dan keisengan satu sama lain.  Masalah tersebut saya anggap biasa dan masih bisa dihadapi dengan senyum merekah. Setelah shalat maghrib pun,  ketika dina saya ajak untuk membuat jeruk peras(biar dia belajar mandiri plus mau makan buah/sarinya walau sedikit),  dina mengerjakannya sendiri.   Hanya sedikit bantuan dari saya ketika memotong jeruk.  Selebihnya dia yang mengerjakan dengan senang hati. Apakah itu pertanda saya sudah mulai bisa mengontrol emosi? ? ? ? Sebuah tanda tanya yang saya pun tidak berani menjawabnya.  Yang pasti saya mensyukuri hari ini dengan memuji Allah yang senantiasa memberikan Rahman dan Rahim-Nya untuk keluarga kecil saya

Ketenangan di hari kedua

Libur telah tiba,  libur telah tiba, hore. . . . hore. . . .
Tanggal merah sangat berarti bagi saya walaupun itu cuma sehari.  Sebagai seorang ibu pekerja,  hari libur merupakan waktu untuk meningkatkan kedekatan dengan anak-anak.  Saya bisa puas bermain dengan mereka.
Sejak pagi saya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan hari ini.  Perkiraan saya, akan ada banyak tarikan nafas tuk pengendalian emosi karena  biasanya anak-anak lebih rewel kalau saya dirumah.
Puji syukur kepada Allah bahwasanya perkiraan saya meleset.  Dina memilih main ke rumah mbahnya,  kangen ma sepupu yg baru lahir.  Setelah hampir tiga minggu dikarantina karena cacar,  dia kangen dengan dek nafisa.  Hampir seharian Dina di rumah Mbahnya.  Tinggal Fahmi,  si kecil yang juga sedang sakit cacar sekarang.  Menemani Fahmi dirumah tanpa kehadiran kakaknya lebih mudah karena tidak ada teman berantem dan rebutan .  Dan otomatis,  tantangan pengendalian emosi bagi saya dihari kedua ini lebih ringan.
Akan tetapi dimalam hari, sempat terjadi insiden kecil.  Setelah malam sebelumnya tidur kurang karena fahmi rewel sebagai akibat sakit cacarnya.  Ditambah lagi siangnya tidak sempat tidur karena fahmi tidak tidur siang dan minta ditemani bermain.  Alhasil malam jam 8 sudah ngantuk berat . Suami yg diminta beliin salep cacar yang kebetulan habis tidak bergerak.  Malam itu hujan rintik. Dengan pertimbangan salep habis dan kalau tidak dibeliin malam itu juga fahmi seharian nggak diolesin salep.  Saya dg sisa-sisa tenaga berangkat sendiri ke apotik.  Berbekal jas hujan dan motor kesayangan,  membelah malam di jalanan Batu Ampar(lebay gak nih ya. . He. . He. . . ) . Pulangnya masukin motor dan pamit sama Dina kalau mau tidur duluan.  Dina yang sedang asyik mewarnai digame laptopnya mengiyakan.  Namun suara yg keluar dr laptop cukup berisik.  Ketika sy coba pinjam sebentar tuk ngecilin suara Dina cemberut dan agak senewen,  disitulah keluar emosi sy.  Nada suara saya meninggi.  Begitu inget materi dan tantangan,  jadi istighfar deh. Hadeuh. . saya gagal menjawab tantangan pengendalian emosi.   Ketenangan dihari kedua bernoktah hitam dipenghujungnya.