Kamis, 27 September 2012

JANGAN SEBUT ANAK ANDA NAKAL

TEMAN, ARTIKEL INI MERUPAKAN HASIL COPY PASTE DARI DAKWATUNA.COM. SEBAGAI SEBUAH PENGINGAT BAGI KITA ORANGTUA DAN CALON ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK-ANAK KITA

 

Jangan Sebut Anak Anda “Nakal”

24/9/2012 | 07 Dhul-Qadah 1433 H | Hits: 5.829
Oleh: Cahyadi Takariawan
Kirim Print
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com – “Anak saya ini nakal sekali”, kata seorang ibu.
“Kamu itu memang anak nakal”, kata seorang bapak.
Kalimat itu sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering kita mendengar orang tua menyebut anaknya dengan istilah nakal, padahal kadang maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak nakal. Namun apabila anak konsisten mendapatkan sebutan nakal, akan berpengaruh pada dirinya.
Predikat-predikat buruk memang cenderung memiliki dampak yang buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun, seringkali lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak: kamu anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan sebagainya. Akibatnya, si anak merasa divonis.
Hindari Sebutan Nakal
Jika tuduhan nakal itu diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan menjadikan anak yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah sampai menjadi bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores relung hatinya yang paling dalam. Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.
Hendaknya orang tua menyadari bahwa mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan predikat “nakal” kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun yang masih waras— senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!
Mengingatkan kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka masih kecil. Sangat mungkin melaku­kan kesalahan karena ketidaktahuan, atau karena sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk kenakalan anak, biasanya ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi para pendidik dan orang tua.
Banyak kisah tentang anak-anak kecil yang cacat atau meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak seringkali tidak tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka tak suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih antara punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua berpikiran “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil langkah.
Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif. Hal itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah tanda-tanda kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja, orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Ungkapan bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn What They Live berikut bisa dijadikan sebagai bahan perenungan,
Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.
Cara Pandang Positif
Hendaknya orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan saluran bagi energi potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai untuk menyalurkan berbagai potensinya.
Dengan cara pandang positif seperti itu, orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi ketidaktertiban anak. Orang tua akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan anak dan memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih lembut dalam berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan keluar terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan dengan pemberian predikat nakal.
“Kamu anak baik dan shalih. Tolong lebih mendengar pesan ibu ya Nak”, ungkapan ini sangat indah dan positif.
“Bapak bangga punya anak kamu. Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap seorang bapak ketika ketahuan anaknya bolos sekolah.
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang bijak dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang anak-anak kita. Hentikan sebutan nakal untuk mendidik anak-anak.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/23024/jangan-sebut-anak-anda-nakal/#ixzz27iAH7RLf

Rabu, 26 September 2012

bunda dimana ummi?

tingkah laku anak-anak sering sekali membuat kita termangu. sungguh menakjubkan apa yang mereka lakukan. kadang kita sebagai orang dewasa tidak bisa memahami dan berkata kok bisa ya. sama seperti apa yang dilakukan putri kecilku. beberapa hari yang lalu ibu mertuaku yang mengasuh anakku bercerita. dina pas lagi ngaca mainan lidah. trus ngomong sendiri "kok lidah dina lengket ya??" ibu mertua yang waktu itu lagi shalat pun terganggu konsentrasinya dengan gumaman dina.agak lucu ya dimata kita orang dewasa. tapi mungkin dalam pikiran anak kecil seperti dina, itu menjadi sebuah pertanyaan yang harus dia ketemukan jawabannya dan orang tua pun tidak boleh menjadikan itu sebagai bahan tertawaan karena akan mematikan potensi dan kreatifitas anak yang sedang berkembang. habis mendengar cerita dari ibu, ku coba jawab pertanyaan dina tersebut. entah jawabanku memuaskan atau tidak bagi Dina. tapi dia sudah tidak menanyakan hal itu kembali. dan itu ku anggap syah:)
kemudian semalam ad cerita menarik lagi. sehari-hari ketika ku tinggal kerja, dina dirumah mbahnya yang dipanggilnya ummi. kebetulan letak rumah mertua dekat, beda RT saja. kl siang paling bentar aj main dirumah kami ketika diajak mbah Kungnya. kebetulan dirumah ibu lagi ad tamu yang nginep, jadi sama ibu dari siang diajak ke rumah kami dan beraktifitas dirumah kami. hal itu tidak biasa bagi dina karena biasanya dia di rumah cuma kalau bersama kami pas kami libur (sabtu ahad). dan Dina pun bertanya kepada umminya, "Bunda dimana Ummi?" dia mengajukan pertanyaan itu dengan berlinang air mata meskipun tertawa. umminya mendengar pertanyaan tersebut ikut berlinang air mata. oh putri kecilku, sungguh mendengar cerita ummi pun bunda ikut berlinang air mata. barangkali kau menyangka itu adalah hari libur dan  bundamu seharusnya ada menemanimu. maafkan bunda ya nak....bunda tidak selalu ad disisimu menemanimu. dari sekian banyak waktu yang kau miliki mungkin hanya segelintir kebersamaan kita.
bunda hanya berdoa semoga yang segelintir itu tetap memiliki kualitas prima yang mampu menjadi bekalmu nanti menapaki kehidupan. tetap semangat ya nak menjalani hari-harimu meskipun bunda tidak disisimu:))))